Minggu, 05 Agustus 2012

Muslim Rohingya, Kelompok Manusia Tertindas. Mana Suara mu, Wahai Dunia?!

Kekejaman terhadap mereka benar-benar terstruktur dan massif. Lawan mereka bukan hanya kelompok agama mayoritas (Budha). Tapi juga digerakkan oleh negara. Bisa dibilang ini terror negara terhadap warga negara mereka sendiri. Kenapa begitu? Karena negara-lah yang paling agresif melakukan kekejaman terhadap muslim Rohingya lewat alat negaranya, militer.

Pemerintahan Burma/Myanmar dan lembaga asing menuding mereka adalah kaum imigran. Kelompok masyarakat yang datang ke wilayah lain. Benarkah mereka imigran asing? Tengoklah sejarah! Mereka bukan imigran! Mereka juga pribumi Myanmar yang sudah ada sejak abad ke-7 masehi. Dalam catatan sejarah, Islam memang sudah masuk ke Myanmar sejak jaman Khalifah Harun Al Rasyid memerintah di Baghdad, Iraq.

Maka saya ingin tegaskan, Muslim Rohingya adalah penduduk asli Myanmar, tepatnya berdiam di Propinsi Arakan (sekarang disebut Negara Bagian Rakhine).

Islam yang berkembang disana dipeluk oleh masyarakat pribumi. Ini sama dengan masuknya Islam ke Indonesia. Islam sebagai ajaran baru datang, dan dipeluk pribumi nusantara (Indonesia) kala itu. Jika pribumi Myanmar muslim disebut imigran asing, apakah orang Islam di Indonesia juga akan disebut imigran asing karena agama yang dianut berbeda dengan agama nenek moyangnya? Aneh, identitas kebangsaan dilihat dari agama yang dipeluk!
Maka jelas, tudingan muslim Rohingya sebagai imigran asing adalah tudingan yang mengada-ngada sebagai alasan untuk membantai mereka. Burma atau Myanmar jelas merupakan tanah kelahiran mereka sendiri! Pertanyaan lain, meski mereka imigran semisal, apakah pantas dan layak mereka diperlakukan seperti itu?! Disiksa, diperkosa, harta bendanya dirampas, nyawa pun direnggut. Apapun alasannya, sebuah genosida tidak bisa dibenarkan!

Perlu diketahui, propinsi Arakan memang sebuah propinsi di Myanmar yang didiami mayoritas muslim. Mereka pernah memerintah wilayah ini selama tiga setengah abad yakni antara 834 – 1198 Hijriyah atau 1430 – 1784 Masehi. Raja Burma (nama Myanmar dulu) yang beragama Budha kemudian datang dan menduduki kawasan ini. Maka mulailah sebuah genosida terhadap muslim Rohingya. Dari perampasan harta benda, penyiksaan hingga pembunuhan.

Tahun 1824, kolonialis Inggris datang dan menduduki kawasan ini. Negeri muslim Arakan pun dimasukkan dalam peta pemerintahan penjajahan Inggris yang berpusat di India. Tahun 1937. Maka kekerasan penjajah Inggris atas muslim Rohingya dimulai. Untuk menundukkan muslim Rohingya, mereka mempersenjatai umat Budha setempat. Cara yang sama dilakukan Belanda yang mempersenjatai orang Indonesia dari bagian timur untuk memerangi gerilyawan dan pejuang kita di jaman revolusi dulu.

Dukungan militer Inggris tersebut terbukti efektif. Maka kebrutalan-lah yang terlihat. Sekitar 100 ribu umat Islam Rohingya terbunuh! Ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi ke luar negeri.

Kemudian kudeta militer dengan dukungan komunis meledak di Myanmar tahun 1962. Ini menandai era pembantaian baru bagi muslim Rohingya. Pemerintahan baru tersebut berambisi menghapus Islam dari Myanmar. 300 ribu muslim Rohingya diusir paksa ke Bangladesh. Lalu di tahun 1978, lebih dari setengah juta muslim Rohingya kembali dipaksa mengungsi.

Derita mereka terus berlanjut. Tahun 1982 junta militer Ne Wien, melancarkan sebuah operasi militer yang kejam. Salah satu tujuannya, menghapus kebangsaan muslim Rohingya sebagai pribumi Myanmar karena mereka dianggap imigran asing! Antara 1988 hingga 1991, hampir satu juta muslim kembali dipaksa mengungsi ke luar negeri
Dan hingga sekarang tahun 2012, derita nestapa itu tidak kunjung berhenti. Terusir dari tanah leluhur. Dibunuh diatas negeri mereka sendiri. Mayat muslim Rohingya ditumpuk begitu saja didalam truk atau gerobak. Mereka dibantai karena berbeda keyakinan dengan pribumi mayoritas! Bahkan Presiden Myanmar, Thein Sein, pada tanggal 12 juli 2012 kemarin dengan tegas mengatakan, “Muslim Harus Diusir Dari Myanmar!”.

Ucapan sang presiden yang juga junta militer Myanmar tersebut seolah diamini oleh kaum agamawan setempat. Sebagaimana yang dilaporkan The Independent (25/07/2012), para Bhikku (pendeta Budha) malah memblokir bantuan kemanusiaan terhadap muslim Rohingya! Hilang sudah ajaran cinta kasih yang selama ini didengungkan pemeluk ajaran Sidharta Budha Gautama tersebut.
Kemana Aung San Suu Kyi, sang penerima nobel perdamaian? Wanita yang dijuluki pendekar demokrasi Myanmar tersebut bungkam!!! Kevokalan suaranya ternyata tebang pilih. San Suu Kyi memang pernah menyuarakan isu minoritas di parlemen Myanmar agar pemerintah melindungi kelompok minoritas di Myanmar. Tapi ketika berbicara penindasan terhadap muslim Myanmar, ia bisu! Seolah-olah tuli tidak tahu menahu! Sejak ini pula, saya kehilangan respek terhadap dia.

Mana Suara Lantang mu, Aung San Suu Kyi? Muslim Rohingya Juga Rakyat Myanmar!

Lalu kemana suara dunia? PBB? Mana pula suara Amerika Serikat, yang menjuluki dirinya sebagai pendekar demokrasi dunia? Mana suara lembaga HAM dunia? Mana suara mu???!!! Tatkala ada konflik yang korbannya adalah orang Islam, kalian membisu!!!

Sebaliknya, jika ada sebuah kasus pelanggaran HAM atau konflik yang korbannya BUKAN muslim/Islam, suara mereka lantang. Seolah-olah penegakan HAM adalah harga mati yang harus segera dilakukan. Bahkan ancaman embargo di banyak sector (utamanya embargo ekonomi dan militer) diberlakukan terhadap si pelanggar HAM. Ini dilakukan untuk memaksa si pelanggar HAM untuk menghentikan agresivitas mereka. 

Ada juga kasus pelanggaran HAM atau konflik yang korbannya muslim tapi juga dibela PBB, USA dan negara barat lainnya. Semisal, invasi Iraq ke Kuwait. Ya tentu saja mereka bersuara keras bahkan melancarkan perang terhadap Iraq dibawah rejim Saddam Husein. Kenapa? Ada minyak diperut Kuwait! Kasus ini banyak terlihat di beberapa negara Arab. Minyak yang jadi tujuan, bukan penegakan keadilan bagi umat Islam.

Atau misalnya pembelaan terhadap muslim Suriah yang ditekan rejim Bashar Al-Assad yang terjadi saat ini. Bahkan pemerintahan Obama bergerak membantu gerilyawan pemberontak yang memerangi tentara pemerintah Suriah Bashar Al Assad. Kenapa kok peduli pada muslim Suriah? Jangan memuji dan berbaik sangka dulu pada USA.

Terus? Rejim Presiden Bashar memang sudah sejak lama anti USA. Pemerintahan Paman Sam pun men-cap rejim tersebut sebagai salah satu ancaman paling serius serius di Timur Tengah selain Iran. Jadi wajar USA mendukung gerilayawan dan penduduk Suriah memerangi rejim Bashar. Karena tujuannya sama, menumbangkan pemerintahan Bashar Al Assad! Dan suatu saat, jika benar rejim ini tumbang, maka pemerintahan pengganti Bashar Al Assad yang memerintah Suriah PASTI menjadi pemerintahan boneka dan antek USA!

Sementara di Jakarta, ratusan orang dibawah bendera Forum Umat Islam (FUI) menggelar aksi demo mengecam genosida muslim Rohingya. Bagaimana dengan pemerintahan SBY? Sungguh menyesakkan. Negeri dengan jumlah muslim terbanyak sedunia ini tak bisa berbuat apa-apa. Sama dengan Organisasi Konferensi Islam sedunia (OKI) maupun Liga Arab. Mereka menutup mata terhadap penderitaan saudara seiman dan sekeyakinan mereka.

Dan akhirnya suara pembelaan itu datang dari Pakistan. Sebuah organisasi militan, Tehreek-e-Taliban, bersuara lantang. Mereka pun langsung menyatakan diri sebagai 'pembela pria dan wanita muslim Rohingya Myanmar'. Dalam sebuah pernyataan di berbagai media (26/07/2012), mereka mengatakan "Kami akan menuntut balas darah kalian (muslim Rohingya)". Tehreek-e-Taliban juga menuntut pemerintah Pakistan segera memutus semua hubungan dalam bentuk apapun dengan pemerintahan Myanmar. Bahkan, organisasi militan ini  juga mengancam semua bentuk kepentingan Myanmar baik yang ada di dalam maupun di luar negeri.

Kisah Sedih Republik Nauru Habis Kaya Terbitlah Duka

Bopeng, kemarau dan miskin. Itulah tiga kata yang bisa menggambarkan keadaan Nauru saat ini. Sebuah negara kecil seluas 'telapak tangan' di daerah Pasifik Selatan Mikronesia, 500 km dari dari pulau Papua. Ironis, karena negara berarea 21km persegi ini selama 30 tahun pernah tercatat sebagai salah satu negara terkaya di dunia. Pendapatan perkapitanya pada tahun 1981 mencapai 17.000 dolar, bandingkan dengan Indonesia yang hanya 530 dolar perkapita di tahun yang sama. Dengan pendapatan setinggi itu dan jumlah penduduk yang hanya 13 ribu jiwa (masih lebih banyak penonton liga Indonesia lawan Arab Saudi tempo hari yang mencapai 90.000 jiwa) Nauru menjelma menjadi negara yang sangat kaya. Mereka membangun gedung-gedung tinggi. Membeli mobil-mobil dan pesawat-pesawat komersial mewah. Tak ada orang miskin di sana, apalagi gelandangan. Negara mensubsidi kehidupan seluruh rakyatnya. Lebih dari 80% angkatan kerja diangkat sebagai pegawai negeri. Para pegawai ini tidak terikat jam kerja. Mereka boleh datang dan pergi sesuka hati. Para penganggur pun disubsidi oleh negara. Pendek kata, saking kayanya Nauru, tanpa bekerja pun para penduduk bisa hidup mewah. Rakyat tidak dikenakan pajak. Pendidikan dan kesehatan gratis, pangan disubsidi, yang ingin sekolah ke luar negeri diberi beasiswa. Bahkan saking manjanya, penduduk Nauru enggan jadi pekerja lapangan. Pemerintahnya terpaksa mengimpor tenaga kerja dari Australia, Cina, Kiribati dan Tuvalu.

Negara Phospat

Apa yang membuat Nauru menjadi sebegitu kaya? tak lain karena kotoran burung. Lebih dari 70% tanah Nauru terdiri atas endapan tahi burung Guano yang menumpuk selama ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Hal ini dikarenakan dulunya Nauru merupakan tempat bagi koloni besar burung Guano. Kotoran burung ini menjadi phospat, yang berfungsi sebagai pupuk tanaman.
Phospat ditemukan tahun 1899 dan mulai dieksplorasi tahun 1907. Saat itu Nauru masih menjadi bagian dari negara Australia. Setelah diberi kemerdekaan pada 31 Januari 1968, pertambangan phospat dikuasai putra daerah. Diperkirakan, jumlah phospat berkualitas tinggi di seluruh Nauru 41 juta ton. Ini jumlah yang teramat besar. Bandingkan dengan Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, jumlah seluruh phospatnya diperkirakan hanya 2,5 juta ton. Karena itu wajarlah kiranya negara yang masuk dalam daftar negara terkecil di dunia itu disebut-sebut sebagai negara phospat, dan diincar banyak negara.

Eksplorasi Berlebihan

Kekayaan membuat Nauru terlena. Mereka mengeksplorasi phospat, yang menjadi satu-satunya sandaran hidup negara itu secara besar-besaran, tanpa memikirkan masa depan. Hal ini mengakibatkan dua masalah serius.
Pertama, eksplorasi besar-besaran itu membuat cadangan phospat Nauru menipis. Jumlah ekspornya menurun drastis dari dua juta ton pertahun ke Australia dan Selandia Baru, menjadi hanya 33.000 ton saja tahun 2001. Pendapatan perkapitanya turun dari 17.000 dolar ke angka 3.000 dolar. Tahun 2006 menjadi tahun yang sangat berat bagi Nauru karena pertambangan-pertambangan besar Nauru tutup akibat ketiadaan phospat. Yang masih beroperasi hanyalah pertambangan skala kecil yang tak terlalu bisa diandalkan. Akibatnya sungguh mengerikan. Nauru kini bangkrut.
Hutang mereka mencapai 240 juta dolar, lebih besar dari APBN mereka sendiri. Nauru terpaksa melego propertinya untuk menutupi hutang seperti
gedung pencakar langit Nauru House, Sydney's Mercure Hotel and Royal Randwick Shopping Center, hotel-hotel Downtowner and Savoy Park Plaza di Melbourne. Meski demikian, hutang tetap belum lunas, masih tersisa 33 juta dolar. Nauru jatuh dalam kubangan kemiskinan. Membayar sewa gedung saja mereka kini tak mampu. Beberapa waktu lalu, 30 orang perwakilan Nauru di Sydney diusir dari gedung kantor mereka karena menunggak sewa. Lapangan terbang mereka pun kini ditutup karena tak punya dana melakukan perawatan. Di tengah kepanikan, pemerintah Nauru mengambil langkah pragmatis, mereka menawarkan Nauru kepada Australia untuk menjadi tempat pengungsian manusia-manusia perahu dengan imbalan 20 juta dolar. Namun, karena masyarakat Nauru terbiasa hidup manja dan malas akibat kemakmuran, mereka tidak tahu bagaimana cara mengurus para pengungsi ini, akibatnya para pengungsi hidup terlantar dalam kondisi menyedihkan.

Kerusakan Lingkungan

Masalah kedua Nauru adalah kerusakan lingkungan. Masalah ini tak kalah seriusnya. Organisasi pecinta lingkungan Greenpeace mencatat, akibat pertambangan yang membabi buta, 90% wilayah Nauru kini tak layak huni (waste-land),dan memerlukan rehabilitasi secara besar-besaran. Nauru menuntut Inggris, Australia dan Selandia Baru untuk membayar ganti rugi atas kerusakan ekologinya, sebab perusahaan-perusahaan tambang yang beroperasi di Nauru berasal dari negara-negara tersebut. Pada penyelesaian sengketa di luar pengadilan, Australia setuju membayar 2,5 juta dolar Australia pertahun selama 20 tahun. Inggris dan Selandia Baru, masing-masing membayar 12 juta dolar. Namun kompensasi ini sungguh tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. Tercatat, selain merusak 90% wilayah Nauru, pertambangan juga menghancurkan 40% kehidupan laut di Zona Ekonomi Ekslusif (Exclusive Economic Zone). Vegetasi hijau dan habitat mamalia musnah. Jenis-jenis hewan di Nauru sangat sedikit, bisa dihitung dengan jari.
Kini, masalah yang lebih gawat menanti di depan mata. Akibat kerusakan lingkungan, lahan yang ada tak bisa ditanami dan cadangan air menghilang.
Mereka terpaksa mengimpor seluruh makanan dan minuman dari Australia. Sungguh mengkhawatirkan kondisi negara kecil Nauru kini. Wilayah yang dulunya makmur dan subur itu, kini panas dan gersang. Tak ada lagi kehijauan, hanya debu yang menutup pandangan. (My)
**

Oh Nauru, Kian Pilu


Setelah eksplorasi phospat besar-besaran selama puluhan tahun, kini Nauru menuai akibatnya. Menurut investigasi Greenpeace, 90% wilayah Nauru mengalami kerusakan parah dan perlu direhabilitasi. Itu berarti hanya sekitar 2 km persegi saja wilayah Nauru yang layak huni. Greenpeace juga menemukan sebaran racun akibat aktivitas pertambangan di tiga tempat. Zat-zat beracun itu yakni Polychlorinated biphenyls (PCBs), Asbestos, Polyvinyl chloride plastic (PVC) dan metal.
Kerusakan yang luar biasa ini memerlukan masa rehabilitasi yang sangat lama dan biaya mahal. Nauru harus mengimpor pupuk, humus, dan nutrien penting lainnya untuk membangun kembali ekosistemnya. Biayanya sekitar 200 juta dolar dan prosesnya memakan waktu 30 tahun. Hal paling krusial dilakukan adalah mereklamasi kembali wilayah pertanian, sumber air bersih, peternakan, dan plantasi pepohonan. Kalau langkah ini tak dilakukan, maka seluruh penduduk Nauru harus bermigrasi ke daerah lain. Bila terus di Nauru mereka akan menderita berbagai penyakit akibat pertambangan, kelaparan dan ketiadaan air. Pilihan daerah migrasi adalah pulau-pulau kosong di wilayah Kepulauan Pasifik.
Pemerintah Nauru berniat mereklamasi kembali wilayahnya. Untuk itu tahun 1989, mereka mengajukan tuntutan terhadap Australia di Pengadilan Internasional. Nauru menuntut Australia untuk membayar kompensasi atas kerusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan pertambangannya. Perusahaan itu sendiri sebenarnya merupakan konsorsium tiga negara, yakni Australia, Inggris dan Selandia Baru. Australia mengelak dari tuntutan ini dan menuding Nauru sebagai pihak yang seharusnya bertanggungjawab. Sebab negara ini merdeka dari Australia tahun 1968. Dan sejak itu pertambangan phospat Nauru dikelola putra daerah, bukan lagi oleh perusahaan konsorsium tersebut.
Tahun 1992, Pengadilan Internasional mengabulkan gugatan Nauru. Menurut mereka Australia dan dua negara lainnya (Inggris dan Selandia Baru) harus ikut bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan Nauru, karena mereka ikut mengeksplorasi tambang ini sebelumnya.
Tahun 1993 tiga negara tersebut diwajibkan untuk membayar ganti rugi. Australia harus membayar kompensasi sebesar 107 juta dolar Australia, sedang Inggris dan Selandia Baru, masing-masingnya 12 juta dolar.

Dinaungi Awan Kelabu

Bagaimanakah masa depan Nauru selanjutnya? dinaungi awan kelabu. Kompensasi yang diberikan tiga negara tersebut sama sekali tak menolong Nauru. Dana yang ada justru dihabiskan untuk menghidupi Nauru. Bila dana habis tak jelas bagaimana lagi nasib negara kecil ini. Sekarang saja, APBN Nauru tinggal beberapa juta dolar saja.
Masih gelap bagaimana mereka menyongsong masa depan. Satu-satunya tulang punggung perekonomian mereka telah habis. Mereka tak punya potensi ekonomi lainnya seperti pariwisata. Rakyat Nauru pun terbiasa malas, tidak tahu cara bekerja keras. Kisah Nauru ini pelajaran bagi Indonesia. Bila kita terus mengeksplorasi alam membabi buta, bukan mustahil di masa depan kita pun akan bernasib sama. (My)

Republik Nauru

Luas Wilayah : 21 KM2
Bentuk Negara : Republik
Kepala Negara dan kepala pemerintahan: Presiden
Ibukota : Yaren
Agama : Protestan 58%, Katolik 24%, Konghucuc dan Taoisme 8%
Bahasa Nasional : Nauru
Mata Uang : Dollar Australia
Lagu Kebangsaan : "Anibare Bay"
Hasil Tani : -
Sumber Alam : Fosfat
Industri : Fosfat

Nauru merupakan salah satu dari lima negara merdeka terkecil di dunia. Yang lainnya adalah San Marino,Tuvalu, Gibraltar dan Vatikan. Terletak di Pasifik Barat, tepat di bawah garis khatulistiwa.

DRS. MOH. HATTA


sebuah artikel... 
OLEH: INDRA JUMERI
Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota kecil yang indah inilah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Hatta lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatera Barat.

Masa Pendidikan
Ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu Fort de Kock dan pada tahun 1913-1916 melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Saat usia 13 tahun, sebenarnya ia telah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta), namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO di Padang.
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karier sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti keuangan bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.
 Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. Di Batavia, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat sebagai Bendahara. Ketika di Belanda ia bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah berkembang iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Ernest Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai orang buangan akibat tulisan-tulisan tajam anti-pemerintah mereka di media massa.
Baru pada tahun 1919 ia pergi ke Batavia untuk studi di Sekolah Tinggi Dagang "Prins Hendrik School". Ia menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun 1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini menjadi Universitas Erasmus). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 tahun. Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun 1922, perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar pengikat antaranggota. Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik.
Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia mengucapkan pidato inaugurasi yang berjudul “Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen”–Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan. Dia mencoba menganalisis struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk landasan kebijaksanaan non-kooperatif.
Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang berada di Eropa.
PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir setiap kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini. Selama itu, hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi.
Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama “Indonesia”, Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis. Tanpa banyak oposisi, “Indonesia” secara resmi diakui oleh kongres. Nama “Indonesia” untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu telah benar-benar dikenal kalangan organisasi-organisasi internasional.
Hatta dan pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman penting di Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu kongres internasional yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Pebruari 1927. Di kongres ini Hatta berkenalan dengan pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen, serta tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan Afrika seperti Jawaharlal Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika). Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat itu.
Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan ceramah bagi “Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan” di Gland, Swiss. Judul ceramah Hatta L ‘Indonesie et son Probleme de I’ Independence (Indonesia dan Persoalan Kemerdekaan).
Bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam sidang yang bersejarah itu, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yang mengagumkan, yang kemudian diterbitkan sebagai brosur dengan nama “Indonesia Vrij”, dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul Indonesia Merdeka.
Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada studinya serta penulisan karangan untuk majalah Daulat Ra‘jat dan kadang-kadang De Socialist. Ia merencanakan untuk mengakhiri studinya pada pertengahan tahun 1932.
Kembali ke Tanah Air
Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Ra’jat dan melakukan berbagai kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Prinsip non-kooperasi selalu ditekankan kepada kader-kadernya.
Pada tahun 1932 Bung Hatta kembali ke Indonesia setelah 11 tahun menuntut ilmu di Eropa. Sekembalinya diindonesia Bung Hatta langsung terjun kemedan politik, memegang tampuk pimpinan partai Pendidikan Nasional Indonesia yang didirikan tahun 1931 berdasarkan konsepsi Bung Hatta sendiri. Waktu itulah saya sebagai anggota dan kader pendidikan nasional Indonesia berkenalan dan mengenal Bung Hatta dari dekat.dalam memimpin partai Bung Hatta mengunakan cara baru. Tidak lagi dengan cara agitasi dan demontrasi semata-mata, tetapi diutamakan dengan cara pendidikan politik, menanamkan pengertian dan kesadaran politik, membina watak, karakter,dan menanamkan semangat percaya kepada diri sendiri serta rasa tanggung jawab. Pendidikan politik ini diberikan kepada kader-kader partaim agar sadar akan hak dan kewajibanya.
Cara Bung Hatta mengadakan pendidikan kepada kader-kader partai, menunjukan pula, bahwa Bung Hatta mempunyai pandangan jauh kemuka, yaitu perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka diperlukan pemimpin-pemimpin yang teguh pendiriannya. Yang kuat watak dan karakternya, tahan uji untuk menghadapi macam-macam percobaan dan penderitaan dalam perjuangan.
Pendidikan kader-kader yang dijalankan Bung Hatta ternyata membawa hasil yang diharapkan. Waktu Bung Hatta, bung sjarir, maskun dan pemimpin umum partai lainnya dibuang ke digul, partai tidak dibubarkan, tetapi mditerukan dengan pimpinan baru terdiri dari kader-kader Bung Hatta. Karma pemerintah hindia belanda mengadakan vergader verbod, larangan berkumpul berdapat, pemilihan berapat, pemilihan pemimpin diadakan secara rahasia dengan risiko ditangkap dan dibuang. Memang tiap-tiap pimpinan baru ditangkap datang lagi yang menganti dan begitu seterusnya sampai datangnya pendudukan tentara jepang. Pendidikan nasional Indonesia tidak pernah dibubarkan dengan resmi sampai datangnya kemerdekaan sebagai seorang demokrat tulen, Bung Hatta mendidik kader-kadernya tidak secara indoktrinasi, tidak dipaksakan, tetapi memberikan pengertian dengan jalan diskusi.karna itu kursus kader itu diberi nama debatings clup, yang artinya clup diskusi.juga sebagai seorang demokrat Bung Hatta selamanya mennghargai pendapat orang lain, meskipun pendapat itu berlainan dengan pendapatnya
Kepercayaan akan datangnya Indonesia merdeka tidak tergoyahkan karna itu pada tahun 1932 sebagai pemimpin pendidikan nasional indonesia beliau menyiapkan satu konsepsi. Bagaimana bentuk Indonesia merdeka dan bentuk perekonomiannya. Konsepsinya ini diuraikan dalam karangannya berjudul krarah Indonesia merdeka dan dijadikan mata pelajaran dalam mendidik kader-kader partai. Bung Hatta seorang pemikir yang memberikan nama kedaulatan raknyat pada konsepsi demokrasinya yang mengandung arti democrat politik, demokrasi ekonomi dan social. Pendeknya dalam istilah kedaulatan raknyat konsepsi Bung Hatta itu tercakup seluruh kehidupan masyarakat untuk mencapai kemakmuran. Beliau mengatakan, volkssouveriniteit- kedaulatan raknyat model J.J Rousseau berlainan dengan kedaulatan raknyat konsepsi Bung Hatta. Yang terdahulu berdasarkan rasa bersama atau kolektiviet. Demokrasi atau kedaulatan raknyat konsepsi Bung Hatta bersendi kepada demokrasi tua yang ada di Indonesia yang mempunyai tiga ciri. Sebagai yang diuraikan dalam buku kearah Indonesia merdeka sebagai berikut:
1.        Cita-cita rapat yang hidup dalam sanubari raknyat Indonesia zaman dahulu sampai sekarang. Rapat ialah sutau lembaga tempat raknyat atau utusan raknyat bermusyawarah untuk mencapai mufakat tentang segala urusan yang bersangkutan dengan persekutuan hidup dan keperluan bersama. Disini tampaklah dasar demokrasi, pemerintah raknyat yang dasarnya seia-sekata. Demokrasi tua hanya hidup didesa-desa di Indonesia, sedang diatas masyarakat desa berlaku kekuasaan raja-raja  atau kaum feodal yang bersifat otoriter.
2.        Cita-cita masa protes, yaitu hak rakat untuk membantah dengan cara  umum segala peraturan negera yang dipandang tidak adil. Hal ini besar artinya kepada pemerintahan despotisme atau atau otograsi yang tersusun di atas pundak desa demokrasi dan demokrasi tidak dapat berlaku. Kalau tidak ada hak rakyat untuk berdeka bergerak dan merdeka berkumpul.
3.        Cita-cita tolong-menolong. Sanubari rakyat Indonesia penuh rasa bersama, kolektifitiet. Kalau seorang di desa hendak membuat rumah atau mengerjakan sawah ataupun ditimpa bala kematian, maka ia tidak perlu membayar tukang atau menggaji orang kuli untuk menolong dia. Melainkan ia ditolong bersama-sama oleh oleh orang desa. Disini tersimpan dasar perekonomian yang agak besar rakyat kita memakai sifat usaha bersama. Dan perlu kita perhatikan lagi, bahwa tanah, yaitu mata penghasilan orang seorang hanya mempunyai hak memakai- maka jelaslah, bahwa persekutuan asli Indonesia memakai asas kolektivisme.

Bung Hatta  seterusnya menyatakan, Inilah sendi daripada demokrasi Indonesia: Jika lingkungan (dasarnya diliaskan dan disesuaikan dengan kemajuan zaman. Ia menjadi dasar kerakyaran yang seluas-luasnya yaitu kedaulatan rakyat.
Diatas sendi yang pertama yang kedua dapat didirikan tiang-tiang politik daripada domkrasi yang sebenarnya satu pemerintahan Negara yang dilakukan oleh rakyat dengan peraturan wakil-wakilnya atau badan-badan perwakilan, sedangkan yang menjalankan kekuasaan pemerintahan senantiasa takluk kepada kemauan rakyat. Untuk menyusun kemauan itu rakyat mempunyai hak yang tidak boleh dihilangkan atau dibatalkan : hak merdeka bersama, berserikat dan berkumpul.
Demikianlah dasar kedaulatan rakyat konsep Bung Hatta. Mengenai ekonomi seterusnya Bung Hatta menegaskan, diatas sendi yang ketiga didirikan tonggak demokrasi ekonomi. Tisak lagi orang seorang ata satu golongan kecil yang meseti menguasai penghidupan orang banyak seperti sekarang (Zaman Hindia Belanda Wangsa Widjaya)  melainkan keperluan dan kemauan rakyat banyak harus menjadi pedoman perusahaan dan penhasilan.
Lebih lanjut konsepsi ekonomi Bung Hatta menegaskan sebagai berikut : perekonomian Indonesia merdeka diatur dengan usaha bersama. Dengan ini tidak dimaksud akan mematikan perusahaan yang kiecil-kecil yang hanya dapat dikerjakan oleh orang seorang saja. Dan tidak menyingung keperluan umum dan kemakmuran rakkyat semuanya. Desentrasi ekonomi dilakukan dengan mamakai koperasi sebagai dasar perekonomian. Jadinya Indonesia ibarat satu taman berisi pohon-pohon koperasi, yang buahny di pungut oleh rakyat yang banyak. Jadinya, bukan koperasi yang bersaingan satu sama lain mencari untung besar, malainkan yang bekerja bersama-sama untuk membela kebutuhan rakyat semuanya dan keperluan umum seperti pelajaran, seni dan lain-lain.
Cukuplah kiranya saya mengemukakan intinya konsepsi kedaulatan rakyat yang menjadi cita-cita Bung Hatta, termasuk konsepsi ekonominya yang tegas dan gemblang.
Konsep kedaulatan Rakyat dan Ekonomi Bung Hatta yang saya kemukakan tadi, sudah tertulis dalam UUD 1945 terutama mengenai ekonomi yag tercantum dalam pasal 33 UUD 1945.
Dengan diuraikannya konsep Bung Hatta mengenai ekonomi meskipun hanya garis bersarnya saja, terbantahlah ucapan Prof. Dr. Emil Salim yang pernah mengatakan, Bahwa The Founding fathers dari Repoblik kita ini dalam perjuangannya pada masa lampau tidak pernah membaca atau mempelajarai buku-buku yang ditulis oleh Bung Hatta, sehingga ia kemukakan yang tidak benar.

Masa Pembuangan.
Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap Soekarno sehubungan dengan penahannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada tulisan-tulisannya di Daulat Ra’jat, yang berjudul “Soekarno Ditahan” (10 Agustus 1933), “Tragedi Soekarno” (30 Nopember 1933), dan “Sikap Pemimpin” (10 Desember 1933).
Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang ke Boven Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta adalah Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Bondan. Dari kantor Bandung: Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel, mereka dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang, Jakarta. Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul “Krisis Ekonomi dan Kapitalisme”.
Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua pilihan: bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau menjadi buangan dengan menerima bahan makanan in natura, dengan tiada harapan akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, bila dia mau bekerja untuk pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi orang besar dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah Merah untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen sehari.
Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah dan dia dapat pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-bukunya yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan demikian, Hatta mempunyai cukup banyak bahan untuk memberikan pelajaran kepada kawan-kawannya di pembuangan mengenai ilmu ekonomi, sejarah, dan filsafat. Kumpulan bahan-bahan pelajaran itu di kemudian hari dibukukan dengan judul-judul antara lain, “Pengantar ke Jalan llmu dan Pengetahuan” dan “Alam Pikiran Yunani.” (empat jilid).
Pada bulan Desember 1935, Kapten Wiarda, pengganti van Langen, memberitahukan bahwa tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir dipindah ke Bandaneira. Pada Januari 1936 keduanya berangkat ke Bandaneira. Mereka bertemu Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan Sjahrir dapat bergaul bebas dengan penduduk setempat dan memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, tatabuku, politik, dan lain-Iain.

Kembali Ke Jawa: Masa Pendudukan Jepang
Pada tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.
Pada masa pendudukan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sama sebagai penasehat. Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan harian sementara, Mayor Jenderal Harada. menjawab bahwa Jepang tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui, bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya sendiri. Pengakuan Indonesia Merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata terhadap Sekutu kelak. Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang demokratis tidak akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan September 1944.
Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara. Namun pidato yang diucapkan di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Merdeka) pada tanggaI 8 Desember 1942 menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan, “Indonesia terlepas dari penjajahan imperialisme Belanda. Dan oleh karena itu ia tak ingin menjadi jajahan kembali. Tua dan muda merasakan ini setajam-tajamnya. Bagi pemuda Indonesia, ia Iebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dalam lautan daripada mempunyainya sebagai jajahan orang kembali.”

Proklamasi
Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (JI Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir pada pukul 03.00 pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan kata-kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai. mereka membawanya ke ruang tengah, tempat para anggota lainnya menanti.
Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk tangan riuh.
Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta.
Tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus merupakan satu dwitunggal.

Periode Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda.
Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947, Bung Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai kopilot bernama Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja India di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.
Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti. September 1948 PKI melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun perjuangan Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus berkobar di mana-mana. Panglima Besar Soediman melanjutkan memimpin perjuangan bersenjata.
Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Bung Hatta yang mengetuai Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar untuk menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana.
Bung Hatta juga menjadi Perdana Menteri waktu Negara Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden.

Periode Tahun 1950-1956
Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya.
Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).
Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan konsituante pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya melalui sepucuk surat kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan kepada Presiden Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh Presiden, Wakil Presiden Hatta mengemukakan kepada Ketua Parlemen bahwa pada tanggal l Desember 1956 ia akan meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Presiden Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Bung Hatta tetap pada pendiriannya.
Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul “Lampau dan Datang”.
Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, beberapa gelar akademis juga diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian. Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul “Menuju Negara Hukum”.
Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis “Demokrasi Kita” dalam majalah Pandji Masyarakat. Sebuah tulisan yang terkenal karena menonjolkan pandangan dan pikiran Bung Hatta mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia waktu itu.
Dalam masa pemerintahan Orde Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan sesepuh bagi bangsanya daripada seorang politikus. Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal l8 Nopember 1945 di desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi’ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.
Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi “Bintang Republik Indonesia Kelas I” pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara.
Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.


Gempa besar berikutnya


Penelitian ilmu menunjukkan bahwa gempa besar dan tsunami sangat mungkin akan terjadi didalam beberapa dekade mendatang di wilayah antara Kepulauan Batu dan Pagai, dan di sepanjang pantai Sumatera Barat, termasuk kota Padang. Namun, kami tidak bisa mengatakan kapan tepatnya gempa ini akan terjadi. Ini berarti bahwa para generasi muda yang tinggal di daerah ini pada saat ini sangat mungkin untuk mengalami gempa dan tsunami besar ini di dalam hidup mereka.
Sejak sebelum tahun 2004, para ilmuwan telah memperkirakan bahwa daerah sepanjang pantai barat Sumatera akan mengalami gempa besar dan tsunami. Mereka mengetahui ini dengan mengamati bagaimana bagian bumi tertekan dan menekuk diantara dua lempeng bumi yang bergerak terhadap satu dan lainnya di daerah ini. Pergerakan – yang lambat – ini menyebabkan energi terkumpul dalam batuan yang tertekan dan menekuk tersebut seringin dengan berjalannya waktu, ini mirip seperti pegas yang ditekan perlahan-lahan. Akhirnya, ketika akumulasi energi sudah terlalu besar maka lempeng Bumi bergerak tiba-tiba pada peristiwa gempa – ini seperti semakin besar anda menekan pegas, maka akan semakin kuat anda akan terdorong ke belakang ketika sudah tidak mampu lagi menahan.
Setelah gempa besar di Aceh pada tahun 2004 dan di Nias pada tahun 2005, para ilmuwan menunjukkan bahwa daerah sekitar Kepulauan Mentawai masih memiliki energi yang terkumpul, sehingga bisa menghasilkan gempa dan tsunami dahsyat.
http://www.siaga.org/uploads/images/lagi/1-in.jpg
Gempa September 2007 dan Oktober 2010 melepaskan sebagian besar akumulasi energi diwilayah Pulau Pagai Selatan sampai Bengkulu, sehingga menyebabkan kerusakan di wilayah itu.
Namun, daerah sekitar Pagai Utara, Sipora, dan Siberut masih memiliki akumulasi energi yang besar, sehingga memungkinkan menghasilkan gempa dan tsunami besar pada suatu saat puluhan tahun kedepan.
http://www.siaga.org/uploads/images/lagi/6-in.jpg
Para ilmuwan tidak bisa tahu kapan hari, bulan, atau tahun gempa besar itu dapat terjadi, tapi tahu bahwa gempa tersebut sangat mungkin terjadi dalam masa hidup dari generasi muda saat ini.

Sabtu, 04 Agustus 2012

KERAJAAN PAGARUYUNG

Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatera Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Nama kerajaan ini dirujuk dari Tambo yang ada pada masyarakat Minangkabau, yaitu nama sebuah nagari yang bernama Pagaruyung. Kemudian hari, nama kerajaan ini dapat juga dirujuk dari inskripsi cap mohor Sultan Tangkal Alam Bagagar dari negeri Pagaruyung, yaitu pada tulisan beraksara Jawi dalam lingkaran bagian dalam yang berbunyi sebagai berikut: Sultan Tangkal Alam Bagagar ibnu Sultan Khalīfatullāh yang mempunyai tahta kerajaan dalam negeri Pagaruyung Dārul Qadār Johan Berdaulat Zillullāh fīl 'Ālam. Kerajaan ini akhirnya runtuh pada masa Perang Padri. Ditandatanganinya perjanjian antara kaum Adat dengan pihak Belanda telah menjadikan kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan Belanda
Sebelumnya kerajaan ini tergabung dalam Malayapura, sebuah kerajaan yang pada Prasasti Amoghapasa disebutkan dipimpin oleh Adityawarman, yang mengukuhkan dirinya sebagai penguasa Bhumi Malayu di Suwarnabhumi. Termasuk pula di dalam Malayapura adalah kerajaan Dharmasraya, serta kerajaan atau daerah taklukan Adityawarman lainnya.

Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti, dari Tambo yang diterima oleh masyarakat Minangkabau tidak ada yang memberikan penanggalan dari setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan, bahkan jika menganggap Adityawarman sebagai pendiri dari kerajaan ini, Tambo sendiri juga tidak jelas menyebutkannya. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut, tepatnya menjadi Tuhan Surawasa, sebagaimana penafsiran dari Prasasti Batusangkar.
Dari manuskrip yang dipahat kembali oleh Adityawarman pada bagian belakang Arca Amoghapasa disebutkan pada tahun 1347 Adityawarman memproklamirkan diri menjadi raja di Malayapura, Adityawarman merupakan putra dari Adwayawarman seperti yang terpahat pada Prasasti Kuburajo dan anak dari Dara Jingga, putri dari kerajaan Dharmasraya seperti yang disebut dalam Pararaton. Ia sebelumnya bersama-sama Mahapatih Gajah Mada berperang menaklukkan Bali dan Palembang, pada masa pemerintahannya kemungkinan Adityawarman memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah pedalaman Minangkabau.
Dari prasasti Suruaso yang beraksara Melayu menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu Akarendrawarman yang menjadi raja sebelumnya, sehingga dapat dipastikan sesuai dengan adat Minangkabau, pewarisan dari mamak (paman) kepada kamanakan (kemenakan) telah terjadi pada masa tersebut Sementara pada sisi lain dari saluran irigasi tersebut terdapat juga sebuah prasasti yang beraksara Nagari atau Tamil, sehingga dapat menunjukan adanya sekelompok masyarakat dari selatan India dalam jumlah yang signifikan pada kawasan tersebut.
Adityawarman pada awalnya dikirim untuk menundukkan daerah-daerah penting di Sumatera, dan bertahta sebagai raja bawahan (uparaja) dari Majapahit. Namun dari prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh raja ini belum ada satu pun yang menyebut sesuatu hal yang berkaitan dengan bhumi jawa dan kemudian dari berita Cina diketahui Adityawarman pernah mengirimkan utusan ke Cina sebanyak 6 kali selama rentang waktu 1371 sampai 1377.
Setelah meninggalnya Adityawarman, kemungkinan Majapahit mengirimkan kembali ekspedisi untuk menaklukan kerajaan ini pada tahun 1409.  Legenda-legenda Minangkabau mencatat pertempuran dahsyat dengan tentara Majapahit di daerah Padang Sibusuk. Konon daerah tersebut dinamakan demikian karena banyaknya mayat yang bergelimpangan di sana. Menurut legenda tersebut tentara Jawa berhasil dikalahkan.
Sebelum kerajaan ini berdiri, sebenarnya masyarakat di wilayah Minangkabau sudah memiliki sistem politik semacam konfederasi, yang merupakan lembaga musyawarah dari berbagai Nagari dan Luhak. Dilihat dari kontinuitas sejarah, kerajaan Pagaruyung merupakan semacam perubahan sistem administrasi semata bagi masyarakat setempat (Suku Minang).

bersambung...........

SEKAPUR SIRIH

Assalamua'laikum ww... selamat bergabung kami ucapkan kepada sanak saudara dimanapun berada, baik di kampung maupun di perantauan.. kami admin dari Forum Minangkabau Community yang selama ini ada di Facebook akan memperluas khasanah  ajang silaturrahmi dalam Blog Minangkabau Community.... Selamat bergabung....SALAM KOMPAK.... wassalam...